YOUNGER BOY
Tidak
seharusnya ini terjadi. Meskipun bukan unsur kesengajaan pun. Tapi ini terlalu
mendadak bukan. Aku tidak siap dan menjadi salah tingkah. Roan, teman laki-laki
adikku datang kerumahku dan berencana menginap semalam disini. Anak SMP yang tidak
kelihatan seperti anak lainnya. Dia terlihat sudah seumuran denganku. Aku kan
sudah lulus SMA. Inilah yang membuatku merasa tidak nyaman. Aku seperti
penjahat kecil yang membodohi diri sendiri. Menyukai anak SMP seperti Roan.
Entah mengapa aku tidak dapat melihat laki-laki lain sampai sekarang.
“Kak
Wine mau kuliah dimana?” tanya Roan saat aku sedang nonton tv. Aku agak kaget.
“A,
aku akan ke Universitas A..mungkin.” jawabku tanpa melihatnya.
“Oh...”
Roan duduk di kursi sebelahku. Dia melihat buku-bukuku yang tergeletak dimeja.
“Gayanya
seperti orang yang sudah dewasa saja. Padahal masih kelas tiga SMP. Anak-anak
zaman sekarang makanannya apa sih?” batinku sambil mengamati Roan.
“Ada
apa Kak Wine?” Roan sadar kalau aku mengamatinya.
“Bukan
apa-apa.” Aku segera mengalihkan pandang.
“Kalau
ada yang ingin dikatakan, katakan saja.” Roan tersenyum. Dia manis sekali.
Tampan juga. Sialan ini terlalu menyilaukan bagiku.
“A,aku....”
“Roan!”
panggil Dane, adik laki-lakiku.
“Ya.”
Jawab Roan.
Untung
Dane memanggilnya. Aku sudah kehabisan kata untuk menjawab Roan. Aku hampir
mati karenanya. Sampai kapan ini harus terjadi padaku. Aku harap aku bisa
menemukan seseorang yang bisa membuatku melupakan Roan. Karena aku tidak
mungkin bisa mengungkapkan perasaanku ini pada siapapun. Karena ini kisah cinta
yang mustahil.
“Malam
ini waktunya kita untuk berpesta!” Dane kelihatan akan bersenang-senang.” Kita
akan dapatkan pacar malam ini. Iya kan Ro?” Dane merangkul temannya itu.
“Apa?”
roan nampak bingung.
“Kamu
lupa? Malam ini kan ada acara ketemuan sama anak-anak dari kelas sebelah. Aku
sudah menantikan hari ini. Mia akan jadi milikku.” Dane berbunga-bunga.
“Tidak
boleh!” celetukku.
“Apanya
yang tidak boleh kak?” protes Dane
“Selama
ayah dan ibu tidak ada aku yang bertanggung jawab padamu. Kau tidak boleh
keluar malam-malam. Kalian kan masih anak-anak.” Tukasku.
Roan
Cuma senyum-senyum. Apa yang dia pikirkan?
“Kakak
ini. Pokoknya tidak bisa. Aku akan tetap pergi.” Dane ngotot,”Lagian aku kan perginya sama
Roan. Aku tidak sendirian kak!”
“Tetap
tidak bisa. Apapun alasannya.” Ujarku tidak mau mentolerir.
“Aha..”
Dane senyum-senyum.
“Ada
apa?” aku curiga.
“Bilang
saja kakak tidak mau dirumah sendiri. Pasti kakak takut kan?” Dane
menunjuk-nunjukku. Dia mengejekku.
“Kalau
begitu aku dirumah saja sama kak Wine. Kau pergilah kencan buta.” Tawar Roan.
“Apa?”
aku langsung tersentak. Lebih gawat kalau anak ini tinggal dirumah denganku,”
Kalian pergi saja sesuka kalian. Tapi jangan pulang malam-malam.” Aku
mengalihkan pandang ke hapeku. Aku tidak bisa mengontrol jantungku yang
berdebar tidak karuan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau
kami cuma berduaan saja. Tidak bisa. Aku mencoba memperingatkan hatiku.
“Kakak
yakin? Kakak tidak bisa menarik kata-kata yang barusa lho..”
“Iya.”
Aku agak kikuk. Aku melirik Roan,” Eh?”
Roan
jadi agak aneh. Dia memandangku dengan tajam. Mungkin karena aku langsung
mengizinkan mereka setelah Roan menawarkan diri tinggal dirumah. Dia pasti
mengira aku tidak suka dia ada disini. Roan pasti mengira seperti itu.
Sudahlah. Aku juga tidak mau dia punya perasaan padaku. Cukup aku saja yang
jadi penjahat.
“Yihaaaa..!!!”
Dane nampak senang sekali.
“Tapi
jangan pulang malam-malam. Meskipun besok kalian libur.” Aturku.
“Iya-iya
kakakku yang cantik.” Dane memelukku dan mencium pipiku.
“Apa
yang kau lakukan?” aku jadi malu. Apalagi di depan Roan.
“Kenapa
memangnya?” Dane kecewa,” Kita kan saudara kak.”
“Kakak
beradik yang akur ya.” Ujar Roan.
“Iya
donk. Tapi kakakku yang cantik ini nasibnya kurang beruntung lho.”
“Apa
maksudmu?” aku agak sewot.
“Ahahaha.”
Roan menertawakanku. Jangan tertawa seperti itu. Aku tersiksa melihatnya. Aku
memang kurang beruntung ya.
“Sampai
lulus SMA masih suka menjomblo. Masa harus aku dulu yang punya pacar? Maaf ya
kak tapi malam ini aku akan melangkahi kakak. Maafkan adikmu ini.” Goda Dane.
“Dasar
kurang ajar. Aku juga akan punya pacar kalau aku sudah ketemu dengan yang pas!”
Aku melempar bantalan kursi kemuka Dane.
“Aduh!”
seru Dane.
“Kalau
boleh tahu pria macam apa yang kak Wine mau?” Tanya Roan.
“Itu
kamu.” Suara batinku yang nakal.
“Kak
Wine!” panggil Roan.
“Ah.”
Aku tersadar,”Tentu saja yang tampan, tinggi, pintar, dan tentu saja lebih
dewasa daripada aku. Dan mau mencintaiku apa adanya.” Aku berbunga-bunga.
“Oh...” Roan tersenyum.
“Semua
kriteria ada pada Roan kak. Kakak mau jadian dengan Roan?” ujar Dane
“Apa?”
aku sontak kaget. Wajahku langsung memerah.
“Bercanda
kak.” Dane Cuma iseng. Kurang ajar anak ini.
“Tentu
saja tidak mungkin. Roan kan masih anak-anak. Kan Roan sudah aku anggap adik
laki-lakiku juga.” Ujarku mengacau. Beda sekali dengan suara hatiku yang paling
dalam.
“Kau
ini jangan menyusahkan Kak Wine terus. Adik yang nakal!” Roan menjewer telinga
Dane.
“Ahahha.”
Dane malah ketawa.” Kau juga nanti malam akan nakal kan? Kudengar dari Bella
kalau Nana mau nembak kamu malam ini. Dia kan ngefans sama kamu dari dulu.
Pasti kamu akan menerimanya juga. Roan juga akan mendahului kakak lho.”
“Apa?”
aku sedikit tidak enak mendengarnya.
“Tidak.
Aku tidak suka dengannya. Ada orang yang kusukai sendiri.” Jawab Roan sembari
melihatku. Apa maksudnya.
“Aku
ke kamar dulu ya ada telepon.” Aku langsung bangkit dan meninggalkan dua adikku
ini. Ya mereka adik-adikku yang manis.
“Kakak
kok jadi sewot begitu. Pasti karena dia stres karena tidak ada yang naksir
padanya. Kasihan juga kakak. Padahal dia cantik begitu.” Ujar Dane.
“Kau
jangan membuatnya sedih Dane. Dia pasti kesulitan akan sesuatu yang tidak kau
ketahui.” Ucapan Roan yang sedikit mengagumkan.
“Ah...kau
perhatian sekali dengan kakak. Kau jadian saja dengan kakakku. Bagaimana?” ujar
Dane ceplas-ceplos.
“Apa
kau yakin?”
“Aku
kan sudah mengenalmu sejak kecil. Aku merasa tenang saja kalau kakakku bersama
dengan orang yang ku kenal. Tapi kalau kau mau dengan yang lebih tua. Kau kan
masih SMP. Juga kalau Kak Wine mau..”
“Dasar
kau ini.”
Aku
merebahkan diri di ranjangku. Aku melihat layar hapeku. Fotoku yang selalu
sendirian menghiasi layar hapeku. Aku juga ingin mengganti wallpaperku seperti
teman-teman. Berfoto dengan pacar mereka. Pergi kencan. Aku belum pernah
mengalami itu semua. Sejak aku jatuh cinta dengan anak itu aku menutup hatiku
dari laki-laki lain. Padahal cukup banyak yang menembakku selama tiga tahun
ini. Bahkan saat acara kelulusan dua hari lalu aku menolak seorang laki-laki
lagi. Semua karena aku tidak dapat melihat laki-laki lain selain anak SMP itu.
Bahkan teman-teman mengatakan aku bodoh karena menolak terus. Tapi aku tidak
dapat membohongi hatiku. Aku tidak bisa tidak memikirkannya.
“Harusnya
aku mencari pria yang sesuai dengan umurku sekarang.” Aku menutup mata
sebentar. Aku ingin melupakan rasa yang terus menghantuiku ini.
Aku
rasa aku akan mengalami hari yang berat. Namun aku tidak boleh memikirkan ini
terus. Lebih baik aku persiapkan diri untuk ujian masuk universitas saja. Aku
harus masuk universitas A. Mungkin aku akan bertemu seseorang di sana. Ya aku
akan bertemu seseorang.
“...
Wine.”
Aku
seperti mendengar suara lembut yang memanggil namaku. Suara yang tidak asing
lagi bagiku.
“Aku
suka...” aku bicara entah apa. Perlahan kubuka mataku.”Kyaaaaaaaaaaaaa!!!!!”
Aku
berteriak dengan kerasnya. Kenapa Roan ada dikamarku. Dia sampai menutup
telinganya.
“Ke,
kenapa kau ada disini Roan?” aku malu sekali karena aku dalam pose yang tidak
cantik sama sekali. Memalukan.
“Maaf.
Dane menyuruhku membangunkan Kak Wine.” Ujar Roan masih kaget dengan
teriakanku.
“Kau
kan bisa mengetuk pintu dulu.”
“Aku
sudah mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Jadi aku masuk saja. Kelihatannya
Kak Wine kelelahan ya. Tidurnya sampai tidak karuan.” Roan tertawa kecil.
“Ini
tidak lucu tahu.” Aku memukul Roan dengan guling.
“Aw..”
Roan masih tertawa. Aku melihat dia tertawa dengan ringannya. Apa dia tidak
menyadari perasaanku ya. Tingkahku yang selalu kaku didepannya dan terkesan
salah tingkah. Apa dia tidak punya perasaan padaku. Aku semakin melantur saja.
Anak
–anak ini sudah siap berangkat kencan buta. Bahkan Dane kelihatan lebih keren
dari biasanya. Adikku satu ini memang ganteng. Tapi Roan lebih menarik
perhatianku. Ya dia kan bukan adik kandungku. Bahkan aku melihatnya sebagai
laki-laki. Teman-teman selalu mengatakan kalau suatu kejahatan tertarik dengan
yang lebih muda.
“Kami
berangkat kak.” Pamit Dane.
“Ya
hati-hati.” Balasku.
“Yakin
mau sendirian dirumah?” ulang Roan.
“Iya.
Tidak perlu mencemaskanku. Bersenang-senanglah! Mumpung kalian masih muda.”
Ujarku sambil cengengesan.
“Roan
ayo cepat!” panggil Dane yang duluan.
“Kalau
ada apa-apa telpon ya.” Ujar Roan lalu segera menghampiri Dane.
“Apa
dia tulus mengucapkannya ya?” aku melihat mereka semakin jauh.
Aku
tidak bisa diam dirumah begini. Belajar pun sudah tidak ada yang masuk. Lebih
baik aku perjelas semuanya malam ini. Aku tidak mau gundah sendirian di sini.
Aku akan mengikuti mereka diam-diam.
Mereka
berdua memasuki sebuah tempat makan tradisional Jepang di kawasan elite.
Padahal masih SMP, tapi menyewa tempat semahal ini. Oh iya aku lupa mereka kan sekolah di SMP elite.
Sudah pasti teman-teman mereka anak orang kaya.
“Wine!”
Aku
menoleh mendengar namaku dipanggil. Untung anak-anak itu sudah masuk cafe.
“Donna?”
aku bertemu dengan teman sekelasku.
“Ngapain
kamu disini? Sendirian lagi.” Tanya Donna
“Tidak
usah banyak tanya. Kamu temani aku masuk yuk!” ajakku mengalihkan pembicaraan.
“Wah,
kebetulan aku juga mau kemari.” Donna nampak senang,”Aku lapar. Habis les
seharian capek dan lapar.”
“Ayo
kutraktir anak pintar.” Aku menggandeng Donna masuk cafe Jepang ini.
Begitu
masuk aku dan Donna terpesona dengan keindahan tatanan cafe ini. Suasana yang
benar-benar sejuk. Terasa seperti ditaman. Aku segera memilih tempat yang
bersebelahan dengan tempat adik-adikku. Permeja hanya dibatasi dinding kertas
yang berhiaskan lukisan-lukisan indah seperti bunga dan burung. Tempat yang
romantis untuk kencan.
“Sebenarnya
apa yang sedang kau lakukan di sini Wine?” tanya Donna sambil mengambil makanan
dari kolam air di dekat kami. Makanannya ditaruh diatas kapal miniatur.
“Aku
sedang membuntuti adikku. Dia sedang kencan buta di sebelah.” Aku menunjuk meja
sebelah,” Karena aku bertugas mengawasi adikku saat orang tuaku sedang tidak
ada di rumah.” Jelasku. Alasan yang bertolak belakang dengan niatku.
“Padahal
kamu kan harus persiapan untuk ujian masuk. Nekad sekali kamu.” Ujar Donna agak
kasihan.
“Tidak
apa-apa. Aku kan kakak yang baik hati dan tidak sombong.” Aku sedikit mengikik
pada Donna. Tidak terasa aku sudah bertindak sejauh ini. Nekad.
Aku
ingin mendengarkan percakapan disebelah. Apa yang anak-anak bicarakan sih. Jadi
penasaran.
“Kukira
kamu tidak mau datang. Karena kemarin kamu menolak ajakanku Roan.” Nana tersipu malu. Sebenarnya cafe ini milik
ayah anak ini.
“Iya,
awalnya aku tidak mau datang. Tapi Dane memaksaku ikut.” Jawab Roan agak cuek.
Aku tertawa sendiri mendengarnya.
“Aku
senang sekali waktu melihatmu datang. Roan ada yang mau katakan padamu.” Ujar
Nana malu-malu.
“Katakan
saja sekarang.” Jawab Roan sambil meminum teh hijaunya.
“Ayo
Nana!! Katakan katakan!!!” sorak anak-anak.
“Kalian
ini..”Roan nampak tidak suka.
“Ihir
ihir...”
Entah
kenapa hatiku panas mendengarnya. Aku jadi ingin melakukan sesuatu. Tapi aku
mencoba menahan perasaanku. Aku tidak boleh lepas kendali.
“Anak-anak
itu ribut sekali ya.” Ujar Donna sambil melihatku,”Kenapa aura Wine aneh
begitu. Dia sampai menguping begitu. Makanannya tidak dimakan juga.” Batin
Donna seram.
“Apa
yang harus kulakukan. Dia akan menembak Roan...” gumamku sambil mencengkeram
pembatas ini.
“Wine..kamu
tidak apa-apa?” tanya Donna.
“Aku
baik-baik saja.” Aku senyum-senyum sambil menahan amarah. Aku tidak tahu kenapa
aku jadi emosi sendiri. Aku kembali menguping.
“Aku
suka kamu Roan.”
Dia
sudah menembak Roan. Aku menggigit bibirku sambil menunduk. Anak itu akan
menjawab apa. Apa dia akan menerimanya. Aku harus bagaimana sekarang.
Seandainya aku masih SMP. Seandainya aku lebih muda darinya.
“Wine..”
panggil Donna yang melihatku lemas.
Mungkin
panggilan Donna terlalu keras. Roan disebelah
mendengar namaku dipanggil. Lalu dia tersenyum sendiri.
“Kenapa
kamu tersenyum sendiri?” tanya Dane,”Cepat jawab Nana.”
“Maaf,
aku menyukai gadis lain. Itu alasanku kenapa aku tidak pernah bisa menerima
gadis yang menembakku.”
“Apa?”
Aku
bangkit dari keterpurukan. Aku sedikit senang mendengarnya. Fuh meskipun itu
bukan aku tapi aku senang Roan bilang menyukai gadis lain. Aku memang penjahat
kecil.
“Apalagi
dia mendengar semua pembicaraan kita. Dia bisa salah paham kalau mendengar
semua ini. Maaf Nana.” Ujar Roan.
“Dia
siapa Roan? Apa dia gadis yang pantas denganmu?” tanya Nana kecewa.
“Hei,
Roan.” Dane menarik lengan baju Roan,” Siapa gadis yang kau sukai itu?” tanya
Dane.
“Kau
juga tahu kok.” Roan senyum-senyum,”Dia ada disebelah kita.” Roan berdiri
Aku
kaget mendengat ucapannya. Disebelah katanya. Sebelahnya kan...
“Apa
yang kak Wine lakukan disini?”
Aku
mendongak. Roan senyum-senyum sambil bersandar dipembatas. Aku?
“Kakak?”
Dane ikutan mengintipku.
“Siapa-siapa?
Gadis itu ya?” semua ikut mmelihatku.
“Hai
Dane!” sapa Donna
“Kak
Donna juga di sini.” Balas Dane,”Kakak mengikuti kami ya?”
Aku
tidak bisa bicara sepatah kata pun. Aku kepergok seperti ini. Bahkan aku
dilihat banyak teman-teman Dane.
“Dia
kah yang kau maksud Roan?” Nana melihat padaku.
“Bu
bu bu bu.” Aku menggeleng-geleng. Aku malu sekali.
“Benar.”
Roan menghampiriku.
“Hah?”
aku terkejut
“Dialah
gadis yang kusukai.” Ujar Roan
Aku
mematung. Dia ternyata menyukaiku. Tapi sejak kapan? Atau dia cuma bercanda.
Apa aku bermimpi ya?
“Kak
Wine.” Dane kaget.
“Kakaknya
Dane ya...”
“Cantik
juga ya..”
“Wah
Wine jadi penjahat juga.” Batin Donna menyimpulkan.
“Kalau
itu pilihanmu aku akan menerimanya Roan. Aku akan melupakanmu.” Nana tersenyum.
Dia pasti akan membenciku.
Haruskah
aku berbahagia mendengar pengakuan dari Roan. Cintaku tidak bertepuk sebelah
tangan. Tapi inikan kejahatan.
Bisa
dibilang aku merusak kencan buta mereka. Bahkan langsung bubar seketika.
Kecuali adikku yang masih kencan karena baru jadian. Aku pulang berduaan dengan
Roan. Aku tidak bisa menatapnya. Aku senang sekali. Sialan.
“Kak
Wine.” Panggil Roan saat aku akan naik tangga.
“Ah?”
aku tidak bisa bilang apa-apa.
“Kakak
tidak menjawabku. Apa kakak menyukaiku?” Roan senyum-senyum
“A,aku..”wajahku
langsung merah padam lagi.
“Aku
sudah tahu jawabannya.” Roan mengulurkan tangannya.
“Ha’ah
kupikir ini tidak baik. Aku lebih tua darimu. Aku ini lebih pantas jadi
kakakmu. Lupakan saja perasaanmu. Aku juga akan berusaha melupakanmu.” Aku
bicara hal yang tak mau aku ucapkan.
“Apa
salahnya kalau kau lebih tua. Cuma lima tahun saja. Aku kan sudah jadi seperti yang
inginkan. Apa aku kurang pantas bersamamu Wine?”
“Dia
memanggil namaku.” Batinku.” Kurasa ini tidak bisa. Sudahlah lupakan saja.” Aku
berbalik. Air mataku keluar sendiri. Menyebalkan. Kenapa aku harus mengalami
kisah cinta yang sulit begini.
“Jangan
membohongi dirimu sendiri.” Ujar Roan. Dia membalikkan badanku. Dia melihatku
yang menangis.
Roan
menghapus air mataku. Dia tersenyum.
“Kau
tidak perlu menangis untuk hal yang sepele. Karena aku tidak akan membiarkan
air matamu terbuang sia-sia. Jangan menangis lagi ya.” Roan memelukku.
“Siapa
yang menangis. Enak saja.” Aku membenamkan wajahku pada dadanya,”Kamu kan masih
SMP kok dadamu lapang?” tanyaku.
“Tentu
saja. Karena kau membutuhkannya.” Ujar Roan,”Syukurlah aku minum banyak susu
ya.” Lanjutnya
“Pantas
kau tumbuh dengan cepat. Dasar.” Aku bisa tertawa.
“Jadi
kau mau jadi pacarku?”
“Sudah
diam saja. Bawel sekali.”
“Aku
pulang.”
Spontan
aku langsung melepas pelukan Roan. Dane tidak sopan sekali. Dasar anak itu.
“Lanjutkan
saja. Aku tidak lihat kok.” Dane malu sendiri.
“Dasar
anak nakal.” Aku malu sekali
“Ahahaha.”
Roan tertawa.
Kami
bertiga jadi tidak bisa tidur. Jadi kami nonton tivi sambil makan cemilan. Hari
yang melelahkan sekali. Kuharap semua akan baik-baik saja. Aku sudah jadi
penjahat dan aku tidak mau tahu.
“Hei,
kakak ipar.” Ujar Dane. Dane menunjuk remote
“Ini.”
Roan melempar remote itu,”Ngomong-ngomong kau tidak keberatan aku dengan
kakakmu?” tanya Roan
“Kenapa
harus keberatan? Kakakku sendiri juga menyukaimu.” Ujar Dane,”Pantas saja dia
tidak pacaran-pacaran. Kau juga begitu. Sejak kapan kalian saling suka?”
“Itu
rahasia.” Roan melihatku yang ketiduran,”Dia seperti putri tidur.”
Dane
cuma menaikkan alisnya. Sementara aku sedang menikmati mimpi indahku.
The End
Original story by Shinju
(17 Oktober 2011)