Senin, 11 Maret 2013

1st story


YOUNGER BOY


Tidak seharusnya ini terjadi. Meskipun bukan unsur kesengajaan pun. Tapi ini terlalu mendadak bukan. Aku tidak siap dan menjadi salah tingkah. Roan, teman laki-laki adikku datang kerumahku dan berencana menginap semalam disini. Anak SMP yang tidak kelihatan seperti anak lainnya. Dia terlihat sudah seumuran denganku. Aku kan sudah lulus SMA. Inilah yang membuatku merasa tidak nyaman. Aku seperti penjahat kecil yang membodohi diri sendiri. Menyukai anak SMP seperti Roan. Entah mengapa aku tidak dapat melihat laki-laki lain sampai sekarang.
“Kak Wine mau kuliah dimana?” tanya Roan saat aku sedang nonton tv. Aku agak kaget.
“A, aku akan ke Universitas A..mungkin.” jawabku tanpa melihatnya.
“Oh...” Roan duduk di kursi sebelahku. Dia melihat buku-bukuku yang tergeletak dimeja.
“Gayanya seperti orang yang sudah dewasa saja. Padahal masih kelas tiga SMP. Anak-anak zaman sekarang makanannya apa sih?” batinku sambil mengamati Roan.
“Ada apa Kak Wine?” Roan sadar kalau aku mengamatinya.
“Bukan apa-apa.” Aku segera mengalihkan pandang.
“Kalau ada yang ingin dikatakan, katakan saja.” Roan tersenyum. Dia manis sekali. Tampan juga. Sialan ini terlalu menyilaukan bagiku.
“A,aku....”
“Roan!” panggil Dane, adik laki-lakiku.
“Ya.” Jawab Roan.
Untung Dane memanggilnya. Aku sudah kehabisan kata untuk menjawab Roan. Aku hampir mati karenanya. Sampai kapan ini harus terjadi padaku. Aku harap aku bisa menemukan seseorang yang bisa membuatku melupakan Roan. Karena aku tidak mungkin bisa mengungkapkan perasaanku ini pada siapapun. Karena ini kisah cinta yang mustahil.
“Malam ini waktunya kita untuk berpesta!” Dane kelihatan akan bersenang-senang.” Kita akan dapatkan pacar malam ini. Iya kan Ro?” Dane merangkul temannya itu.
“Apa?” roan nampak bingung.
“Kamu lupa? Malam ini kan ada acara ketemuan sama anak-anak dari kelas sebelah. Aku sudah menantikan hari ini. Mia akan jadi milikku.” Dane berbunga-bunga.
“Tidak boleh!” celetukku.
“Apanya yang tidak boleh kak?” protes Dane
“Selama ayah dan ibu tidak ada aku yang bertanggung jawab padamu. Kau tidak boleh keluar malam-malam. Kalian kan masih anak-anak.” Tukasku.
Roan Cuma senyum-senyum. Apa yang dia pikirkan?
“Kakak ini. Pokoknya tidak bisa. Aku akan tetap pergi.”  Dane ngotot,”Lagian aku kan perginya sama Roan. Aku tidak sendirian kak!”
“Tetap tidak bisa. Apapun alasannya.” Ujarku tidak mau mentolerir.
“Aha..” Dane senyum-senyum.
“Ada apa?” aku curiga.
“Bilang saja kakak tidak mau dirumah sendiri. Pasti kakak takut kan?” Dane menunjuk-nunjukku. Dia mengejekku.
“Kalau begitu aku dirumah saja sama kak Wine. Kau pergilah kencan buta.” Tawar Roan.
“Apa?” aku langsung tersentak. Lebih gawat kalau anak ini tinggal dirumah denganku,” Kalian pergi saja sesuka kalian. Tapi jangan pulang malam-malam.” Aku mengalihkan pandang ke hapeku. Aku tidak bisa mengontrol jantungku yang berdebar tidak karuan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau kami cuma berduaan saja. Tidak bisa. Aku mencoba memperingatkan hatiku.
“Kakak yakin? Kakak tidak bisa menarik kata-kata yang barusa lho..”
“Iya.” Aku agak kikuk. Aku melirik Roan,” Eh?”
Roan jadi agak aneh. Dia memandangku dengan tajam. Mungkin karena aku langsung mengizinkan mereka setelah Roan menawarkan diri tinggal dirumah. Dia pasti mengira aku tidak suka dia ada disini. Roan pasti mengira seperti itu. Sudahlah. Aku juga tidak mau dia punya perasaan padaku. Cukup aku saja yang jadi penjahat.
“Yihaaaa..!!!” Dane nampak senang sekali.
“Tapi jangan pulang malam-malam. Meskipun besok kalian libur.” Aturku.
“Iya-iya kakakku yang cantik.” Dane memelukku dan mencium pipiku.
“Apa yang kau lakukan?” aku jadi malu. Apalagi di depan Roan.
“Kenapa memangnya?” Dane kecewa,” Kita kan saudara kak.”
“Kakak beradik yang akur ya.” Ujar Roan.
“Iya donk. Tapi kakakku yang cantik ini nasibnya kurang beruntung lho.”
“Apa maksudmu?” aku agak sewot.
“Ahahaha.” Roan menertawakanku. Jangan tertawa seperti itu. Aku tersiksa melihatnya. Aku memang kurang beruntung ya.
“Sampai lulus SMA masih suka menjomblo. Masa harus aku dulu yang punya pacar? Maaf ya kak tapi malam ini aku akan melangkahi kakak. Maafkan adikmu ini.” Goda Dane.
“Dasar kurang ajar. Aku juga akan punya pacar kalau aku sudah ketemu dengan yang pas!” Aku melempar bantalan kursi kemuka Dane.
“Aduh!” seru Dane.
“Kalau boleh tahu pria macam apa yang kak Wine mau?” Tanya Roan.
“Itu kamu.” Suara batinku yang nakal.
“Kak Wine!” panggil Roan.
“Ah.” Aku tersadar,”Tentu saja yang tampan, tinggi, pintar, dan tentu saja lebih dewasa daripada aku. Dan mau mencintaiku apa adanya.” Aku berbunga-bunga.
“Oh...”  Roan tersenyum.
“Semua kriteria ada pada Roan kak. Kakak mau jadian dengan Roan?” ujar Dane
“Apa?” aku sontak kaget. Wajahku langsung memerah.
“Bercanda kak.” Dane Cuma iseng. Kurang ajar anak ini.
“Tentu saja tidak mungkin. Roan kan masih anak-anak. Kan Roan sudah aku anggap adik laki-lakiku juga.” Ujarku mengacau. Beda sekali dengan suara hatiku yang paling dalam.
“Kau ini jangan menyusahkan Kak Wine terus. Adik yang nakal!” Roan menjewer telinga Dane.
“Ahahha.” Dane malah ketawa.” Kau juga nanti malam akan nakal kan? Kudengar dari Bella kalau Nana mau nembak kamu malam ini. Dia kan ngefans sama kamu dari dulu. Pasti kamu akan menerimanya juga. Roan juga akan mendahului kakak lho.”
“Apa?” aku sedikit tidak enak mendengarnya.
“Tidak. Aku tidak suka dengannya. Ada orang yang kusukai sendiri.” Jawab Roan sembari melihatku. Apa maksudnya.
“Aku ke kamar dulu ya ada telepon.” Aku langsung bangkit dan meninggalkan dua adikku ini. Ya mereka adik-adikku yang manis.
“Kakak kok jadi sewot begitu. Pasti karena dia stres karena tidak ada yang naksir padanya. Kasihan juga kakak. Padahal dia cantik begitu.” Ujar Dane.
“Kau jangan membuatnya sedih Dane. Dia pasti kesulitan akan sesuatu yang tidak kau ketahui.” Ucapan Roan yang sedikit mengagumkan.
“Ah...kau perhatian sekali dengan kakak. Kau jadian saja dengan kakakku. Bagaimana?” ujar Dane ceplas-ceplos.
“Apa kau yakin?”
“Aku kan sudah mengenalmu sejak kecil. Aku merasa tenang saja kalau kakakku bersama dengan orang yang ku kenal. Tapi kalau kau mau dengan yang lebih tua. Kau kan masih SMP. Juga kalau Kak Wine mau..”
“Dasar kau ini.”
Aku merebahkan diri di ranjangku. Aku melihat layar hapeku. Fotoku yang selalu sendirian menghiasi layar hapeku. Aku juga ingin mengganti wallpaperku seperti teman-teman. Berfoto dengan pacar mereka. Pergi kencan. Aku belum pernah mengalami itu semua. Sejak aku jatuh cinta dengan anak itu aku menutup hatiku dari laki-laki lain. Padahal cukup banyak yang menembakku selama tiga tahun ini. Bahkan saat acara kelulusan dua hari lalu aku menolak seorang laki-laki lagi. Semua karena aku tidak dapat melihat laki-laki lain selain anak SMP itu. Bahkan teman-teman mengatakan aku bodoh karena menolak terus. Tapi aku tidak dapat membohongi hatiku. Aku tidak bisa tidak memikirkannya.
“Harusnya aku mencari pria yang sesuai dengan umurku sekarang.” Aku menutup mata sebentar. Aku ingin melupakan rasa yang terus menghantuiku ini.
Aku rasa aku akan mengalami hari yang berat. Namun aku tidak boleh memikirkan ini terus. Lebih baik aku persiapkan diri untuk ujian masuk universitas saja. Aku harus masuk universitas A. Mungkin aku akan bertemu seseorang di sana. Ya aku akan bertemu seseorang.
“... Wine.”
Aku seperti mendengar suara lembut yang memanggil namaku. Suara yang tidak asing lagi bagiku.
“Aku suka...” aku bicara entah apa. Perlahan kubuka mataku.”Kyaaaaaaaaaaaaa!!!!!”
Aku berteriak dengan kerasnya. Kenapa Roan ada dikamarku. Dia sampai menutup telinganya.
“Ke, kenapa kau ada disini Roan?” aku malu sekali karena aku dalam pose yang tidak cantik sama sekali. Memalukan.
“Maaf. Dane menyuruhku membangunkan Kak Wine.” Ujar Roan masih kaget dengan teriakanku.
“Kau kan bisa mengetuk pintu dulu.”
“Aku sudah mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Jadi aku masuk saja. Kelihatannya Kak Wine kelelahan ya. Tidurnya sampai tidak karuan.” Roan tertawa kecil.
“Ini tidak lucu tahu.” Aku memukul Roan dengan guling.
“Aw..” Roan masih tertawa. Aku melihat dia tertawa dengan ringannya. Apa dia tidak menyadari perasaanku ya. Tingkahku yang selalu kaku didepannya dan terkesan salah tingkah. Apa dia tidak punya perasaan padaku. Aku semakin melantur saja.
Anak –anak ini sudah siap berangkat kencan buta. Bahkan Dane kelihatan lebih keren dari biasanya. Adikku satu ini memang ganteng. Tapi Roan lebih menarik perhatianku. Ya dia kan bukan adik kandungku. Bahkan aku melihatnya sebagai laki-laki. Teman-teman selalu mengatakan kalau suatu kejahatan tertarik dengan yang lebih muda.
“Kami berangkat kak.” Pamit Dane.
“Ya hati-hati.” Balasku.
“Yakin mau sendirian dirumah?” ulang Roan.
“Iya. Tidak perlu mencemaskanku. Bersenang-senanglah! Mumpung kalian masih muda.” Ujarku sambil cengengesan.
“Roan ayo cepat!” panggil Dane yang duluan.
“Kalau ada apa-apa telpon ya.” Ujar Roan lalu segera menghampiri Dane.
“Apa dia tulus mengucapkannya ya?” aku melihat mereka semakin jauh.
Aku tidak bisa diam dirumah begini. Belajar pun sudah tidak ada yang masuk. Lebih baik aku perjelas semuanya malam ini. Aku tidak mau gundah sendirian di sini. Aku akan mengikuti mereka diam-diam.
Mereka berdua memasuki sebuah tempat makan tradisional Jepang di kawasan elite. Padahal masih SMP, tapi menyewa tempat semahal ini. Oh  iya aku lupa mereka kan sekolah di SMP elite. Sudah pasti teman-teman mereka anak orang kaya.
“Wine!”
Aku menoleh mendengar namaku dipanggil. Untung anak-anak itu sudah masuk cafe.
“Donna?” aku bertemu dengan teman sekelasku.
“Ngapain kamu disini? Sendirian lagi.” Tanya Donna
“Tidak usah banyak tanya. Kamu temani aku masuk yuk!” ajakku mengalihkan pembicaraan.
“Wah, kebetulan aku juga mau kemari.” Donna nampak senang,”Aku lapar. Habis les seharian capek dan lapar.”
“Ayo kutraktir anak pintar.” Aku menggandeng Donna masuk cafe Jepang ini.
Begitu masuk aku dan Donna terpesona dengan keindahan tatanan cafe ini. Suasana yang benar-benar sejuk. Terasa seperti ditaman. Aku segera memilih tempat yang bersebelahan dengan tempat adik-adikku. Permeja hanya dibatasi dinding kertas yang berhiaskan lukisan-lukisan indah seperti bunga dan burung. Tempat yang romantis untuk kencan.
“Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan di sini Wine?” tanya Donna sambil mengambil makanan dari kolam air di dekat kami. Makanannya ditaruh diatas kapal miniatur.
“Aku sedang membuntuti adikku. Dia sedang kencan buta di sebelah.” Aku menunjuk meja sebelah,” Karena aku bertugas mengawasi adikku saat orang tuaku sedang tidak ada di rumah.” Jelasku. Alasan yang bertolak belakang dengan niatku.
“Padahal kamu kan harus persiapan untuk ujian masuk. Nekad sekali kamu.” Ujar Donna agak kasihan.
“Tidak apa-apa. Aku kan kakak yang baik hati dan tidak sombong.” Aku sedikit mengikik pada Donna. Tidak terasa aku sudah bertindak sejauh ini. Nekad.
Aku ingin mendengarkan percakapan disebelah. Apa yang anak-anak bicarakan sih. Jadi penasaran.
“Kukira kamu tidak mau datang. Karena kemarin kamu menolak ajakanku Roan.”  Nana tersipu malu. Sebenarnya cafe ini milik ayah anak ini.
“Iya, awalnya aku tidak mau datang. Tapi Dane memaksaku ikut.” Jawab Roan agak cuek. Aku tertawa sendiri mendengarnya.
“Aku senang sekali waktu melihatmu datang. Roan ada yang mau katakan padamu.” Ujar Nana malu-malu.
“Katakan saja sekarang.” Jawab Roan sambil meminum teh hijaunya.
“Ayo Nana!! Katakan katakan!!!” sorak anak-anak.
“Kalian ini..”Roan nampak tidak suka.
“Ihir ihir...”
Entah kenapa hatiku panas mendengarnya. Aku jadi ingin melakukan sesuatu. Tapi aku mencoba menahan perasaanku. Aku tidak boleh lepas kendali.
“Anak-anak itu ribut sekali ya.” Ujar Donna sambil melihatku,”Kenapa aura Wine aneh begitu. Dia sampai menguping begitu. Makanannya tidak dimakan juga.” Batin Donna seram.
“Apa yang harus kulakukan. Dia akan menembak Roan...” gumamku sambil mencengkeram pembatas  ini.
“Wine..kamu tidak apa-apa?”  tanya Donna.
“Aku baik-baik saja.” Aku senyum-senyum sambil menahan amarah. Aku tidak tahu kenapa aku jadi emosi sendiri. Aku kembali menguping.
“Aku suka kamu Roan.”
Dia sudah menembak Roan. Aku menggigit bibirku sambil menunduk. Anak itu akan menjawab apa. Apa dia akan menerimanya. Aku harus bagaimana sekarang. Seandainya aku masih SMP. Seandainya aku lebih muda darinya.
“Wine..” panggil Donna yang melihatku lemas.
Mungkin panggilan Donna terlalu keras. Roan disebelah  mendengar namaku dipanggil. Lalu dia tersenyum sendiri.
“Kenapa kamu tersenyum sendiri?” tanya Dane,”Cepat jawab Nana.”
“Maaf, aku menyukai gadis lain. Itu alasanku kenapa aku tidak pernah bisa menerima gadis yang menembakku.”
“Apa?”
Aku bangkit dari keterpurukan. Aku sedikit senang mendengarnya. Fuh meskipun itu bukan aku tapi aku senang Roan bilang menyukai gadis lain. Aku memang penjahat kecil.
“Apalagi dia mendengar semua pembicaraan kita. Dia bisa salah paham kalau mendengar semua ini. Maaf Nana.” Ujar Roan.
“Dia siapa Roan? Apa dia gadis yang pantas denganmu?” tanya Nana kecewa.
“Hei, Roan.” Dane menarik lengan baju Roan,” Siapa gadis yang kau sukai itu?” tanya Dane.
“Kau juga tahu kok.” Roan senyum-senyum,”Dia ada disebelah kita.” Roan berdiri
Aku kaget mendengat ucapannya. Disebelah katanya. Sebelahnya kan...
“Apa yang kak Wine lakukan disini?”
Aku mendongak. Roan senyum-senyum sambil bersandar dipembatas. Aku?
“Kakak?” Dane ikutan mengintipku.
“Siapa-siapa? Gadis itu ya?” semua ikut mmelihatku.
“Hai Dane!” sapa Donna
“Kak Donna juga di sini.” Balas Dane,”Kakak mengikuti kami ya?”
Aku tidak bisa bicara sepatah kata pun. Aku kepergok seperti ini. Bahkan aku dilihat banyak teman-teman Dane.
“Dia kah yang kau maksud Roan?” Nana melihat padaku.
“Bu bu bu bu.” Aku menggeleng-geleng. Aku malu sekali.
“Benar.” Roan menghampiriku.
“Hah?” aku terkejut
“Dialah gadis yang kusukai.” Ujar Roan
Aku mematung. Dia ternyata menyukaiku. Tapi sejak kapan? Atau dia cuma bercanda. Apa aku bermimpi ya?
“Kak Wine.” Dane kaget.
“Kakaknya Dane ya...”
“Cantik juga ya..”
“Wah Wine jadi penjahat juga.” Batin Donna menyimpulkan.
“Kalau itu pilihanmu aku akan menerimanya Roan. Aku akan melupakanmu.” Nana tersenyum. Dia pasti akan membenciku.
Haruskah aku berbahagia mendengar pengakuan dari Roan. Cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi inikan kejahatan.
Bisa dibilang aku merusak kencan buta mereka. Bahkan langsung bubar seketika. Kecuali adikku yang masih kencan karena baru jadian. Aku pulang berduaan dengan Roan. Aku tidak bisa menatapnya. Aku senang sekali. Sialan.
“Kak Wine.” Panggil Roan saat aku akan naik tangga.
“Ah?” aku tidak bisa bilang apa-apa.
“Kakak tidak menjawabku. Apa kakak menyukaiku?” Roan senyum-senyum
“A,aku..”wajahku langsung merah padam lagi.
“Aku sudah tahu jawabannya.” Roan mengulurkan tangannya.
“Ha’ah kupikir ini tidak baik. Aku lebih tua darimu. Aku ini lebih pantas jadi kakakmu. Lupakan saja perasaanmu. Aku juga akan berusaha melupakanmu.” Aku bicara hal yang tak mau aku ucapkan.
“Apa salahnya kalau kau lebih tua. Cuma lima tahun saja. Aku kan sudah jadi seperti yang inginkan. Apa aku kurang pantas bersamamu Wine?”
“Dia memanggil namaku.” Batinku.” Kurasa ini tidak bisa. Sudahlah lupakan saja.” Aku berbalik. Air mataku keluar sendiri. Menyebalkan. Kenapa aku harus mengalami kisah cinta yang sulit begini.
“Jangan membohongi dirimu sendiri.” Ujar Roan. Dia membalikkan badanku. Dia melihatku yang menangis.
Roan menghapus air mataku. Dia tersenyum.
“Kau tidak perlu menangis untuk hal yang sepele. Karena aku tidak akan membiarkan air matamu terbuang sia-sia. Jangan menangis lagi ya.” Roan memelukku.
“Siapa yang menangis. Enak saja.” Aku membenamkan wajahku pada dadanya,”Kamu kan masih SMP kok dadamu lapang?” tanyaku.
“Tentu saja. Karena kau membutuhkannya.” Ujar Roan,”Syukurlah aku minum banyak susu ya.” Lanjutnya
“Pantas kau tumbuh dengan cepat. Dasar.” Aku bisa tertawa.
“Jadi kau mau jadi pacarku?”
“Sudah diam saja. Bawel sekali.”
“Aku pulang.”
Spontan aku langsung melepas pelukan Roan. Dane tidak sopan sekali. Dasar anak itu.
“Lanjutkan saja. Aku tidak lihat kok.” Dane malu sendiri.
“Dasar anak nakal.” Aku malu sekali
“Ahahaha.” Roan tertawa.
Kami bertiga jadi tidak bisa tidur. Jadi kami nonton tivi sambil makan cemilan. Hari yang melelahkan sekali. Kuharap semua akan baik-baik saja. Aku sudah jadi penjahat dan aku tidak mau tahu.
“Hei, kakak ipar.” Ujar Dane. Dane menunjuk remote
“Ini.” Roan melempar remote itu,”Ngomong-ngomong kau tidak keberatan aku dengan kakakmu?” tanya Roan
“Kenapa harus keberatan? Kakakku sendiri juga menyukaimu.” Ujar Dane,”Pantas saja dia tidak pacaran-pacaran. Kau juga begitu. Sejak kapan kalian saling suka?”
“Itu rahasia.” Roan melihatku yang ketiduran,”Dia seperti putri tidur.”
Dane cuma menaikkan alisnya. Sementara aku sedang menikmati mimpi indahku.
The End
Original story by Shinju
(17 Oktober 2011)